Monday, August 2, 2010

Cerita Pendek Para Pemenang Utama


Pemenang 1 - Mira

POPOK KAIN UNTUK ALAMKU

Saat orang mulai ramai mendengungkan slogan Go Green! dan bicara tentang pemanasan global, saya hanyalah orang yang terbawa tren tanpa benar-benar memaknainya. Saya bicara tentang bumi yang memanas, tapi saya masih boros menggunakan air, belum bisa lepas dari AC, menggunakan sekian banyak kertas untuk keperluan tugas kuliah tanpa terpikir untuk men-daur-ulangnya, dan berbagai perilaku yang berlawanan lainnya.

Semua berubah ketika saya dipertemukan oleh teman-teman dari LSM lingkungan saat bertugas di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Mereka, serta masyarakat dan alam Papua, menyadarkan saya betapa perilaku manusia berpengaruh besar terhadap dunia. Kesan terdalam adalah saat saya berada di tengah laut dan merasakan ombak yang begitu dahsyat (hingga ketinggian sekitar 1,7 meter) akibat angin barat yang datang lebih cepat dari biasanya. Ombak yang berbahaya ini menjadi alasan pembatasan aktivitas di laut saat musim angin barat tiba. Pemanasan global ‘mengacaukan’ ritme musim angin ini sehingga datang lebih awal.

Hikmahnya, saya pun berusaha memperbaiki perilaku saya terhadap lingkungan. Termasuk memilih popok kain untuk buah hati saya. Gembiranya saat mengetahui begitu banyak pilihan popok kain dewasa ini. Ditambah lagi ada milis popok kain, tempat berkumpulnya para orang tua yang punya banyak pengetahuan dan mau berbagi tentang berbagai informasi mengenai popok kain ini.

Semakin banyak tau tentang popok kain, saya semakin cinta. Semakin senang karena dapat berkontribusi mengurangi sampah dunia. Senang juga karena penghematan yang ditimbulkan tentunya--dan untuk yang satu ini, suami juga ikut senang. Senang yang lain adalah karena ternyata popok kain lebih sehat dibanding popok sekali pakai. Satu hal yang tidak bisa saya pungkiri, yang paling membuat senang adalah: bisa mengajak orang lain memperoleh manfaat popok kain sambil mendapat penghasilan :)

Saya (dan terutama anak saya) mungkin belum bisa sepenuhnya lepas dari AC. Kami juga masih banyak menggunakan plastik pembungkus karena alasan tertentu. Kadang lebih suka menggunakan tisu ketimbang lap kain. Mungkin juga masih boros menggunakan air untuk membilas popok kain. Namun satu hal yang saya yakini, menggunakan popok kain adalah sebuah langkah besar bagi penyelamatan alam.

******************************************************************************

Pemenang 2 - Mecca

DEMI BUMI YANG LEBIH BERSAHABAT

“ Tidak tega melihat sampah menumpuk!”. Itulah alasan utama saya memutuskan memakaikan popok kain kepada Aruni. Memang ada alasan lainnya, tetapi tidak sekuat alasan yang satu itu.

Sebelum Aruni lahir, belum banyak gambaran di benak saya tentang berbagai macam bentuk popok kain. Yang tergambar hanyalah popok kain sistem tali dengan bahan satu lapis kain atau kaos, dan model popok seperti itu sama sekali tidak membuat saya tertarik untuk membelinya.

Untungnya, kakak ipar yang sudah lebih dulu melahirkan putri kembarnya, mengenalkan saya dengan popok kain tradisional yang sedikit ’lebih aman’ dibanding dengan popok kain tali tadi. Nah, model flat diaper yang dilipat origami ditambah dengan diaper cover inilah yang kemudian saya pakaikan kepada putri saya. Saat itu alasan saya sederhana, agar pengeluaran rumah tangga lebih hemat, alasan umum sejuta ibu......

Tetapi perjalanan untuk benar-benar menggunakan popok kain sehari-hari tidak semudah itu, di awal kelahiran tidak ada yang asisten yang membantu, sedang saya baru belajar mengurus bayi dan berusaha memberikan ASI eksklusif dengan perjuangan. Pada akhirnya, popok sekali pakailah (pospak) yang menjadi pilihan. Apalagi bayi saya jarang mengalami ruam popok dengan memakai pospak, semakin nyamanlah hidup ini dengan pospak.

Namun ternyata, gunungan sampah pospak ini tak pelak mengganggu pikiran saya. Saya yang sudah sejak lama mulai ikut berusaha mengurangi sampah ibukota dengan memisahkan sampah organik dan non organik serta sampah daur ulang –dan saya yang juga menjadi pembenci orang-orang yang kerap seenaknya membuang sampah di sembarang tempat- terus dihantui dengan tumpukan sampah pospak yang saya tahu tidak akan terurai hingga ratusan tahun kemudian, di masa anak cucu saya akan hidup. Mau jadi apa dunia ini? Saat inipun keadaannya sudah amburadul, banjir dimana-mana, hingga longsor sampah sering terjadi.

Alhamdulillah, inovasi popok kain terus berkembang, dan popok dengan sistem pocket diaper dengan mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Memang perlu investasi lebih di awal, yang kadang membuat alasan agar pengeluaran lebih hemat hanya tinggal alasan kalau kita tidak pandai menahan diri melihat popok-popok lucu ini J. Tapi alasan untuk kebaikan bumi yang kita pijak tidak kalah penting dari semua itu. Saya akui, belum 100% saya lepas dari pospak, tetapi saya merasa lebih lega dengan kontribusi saya terhadap kebaikan lingkungan hidup, meskipun kontribusi ini nilainya hanya seujung kuku. Sekarang, tidak ada alasan lagi untuk menumpuk sampah pospak!

******************************************************************************

Pemenang 3 - Intan

(Tanpa Judul)

Waktu itu, sekitar 1 tahun yang lalu, anakku yang ke 2, Azzam, sedang sakit diare. Kami pergi ke dokter. Di sana saya dengar ada ibu-ibu yang sedang asyik ngobrol, mereka membicarakan tentang bahaya pampers. Saya kaget juga, belum pernah saya dengar informasi itu. Maklum, kami hidup di sebuah kota kecil MOJOKERTO, dimana informasi berjalan begitu lambat. Sampai di rumah saya memikirkan obrolan ibu – ibu muda itu. Selain itu kondisi azzam pantatnya makin memerah selama diare. Makin parah karena disposable yang ia gunakan. Tetapi jika menggunakan popok kain tradisional, merahnya tidak terlalu meradang. Berawal dari itu saya giat untuk mencari informasi perihal popok kain yang dapat menahan bocor. Berbagai langkah saya lakukan termasuk konsultasi dengan berbagai orang melalui internet. Berbagai artikel perihal popok kain saya baca. Dari kegunaan, bahan, akibat buruk karena disposable, dampak lingkungan. Banyak yang saya peroleh dari penggalian ilmu itu. Istilah cloth diaper yang bagi saya masih sangat asing , masih susah saya mengerti jika tidak melihat sendiri bahannya. Saya putuskan untuk membeli beberapa merk secara online.


Pertama mencoba salah satu popok local yang ada plastiknya ke anak saya , tidak berhasil. Pipisnya meluber kemana mana karena penyerap pipisnya tidak bisa menampung pipis anakku. Protes datang dari ibuku dan suami (yang ikut menjaga anakku). “Kok bocor, balik lagi aja ke disposable”. Saya ganti dengan clodi local lain , tapi masih belum menggunakan PUL. “Wah kok masih mudah tembus”. Berburu lagi clodi lain yang ada PULnya.

Berhasil dan beberapa orang di rumah heran juga, kok ada barang dari kain bisa gak tembus untuk beberapa saat. Respon yang positif walau masih terlihat sedikit merupakan prestasi yang bagus untukku. Beberapa artikel yang telah saya baca saya berikan ke suami untuk dipahami, ternyata pandangan suami mulai berubah, ia mulai menyukai benda ini juga, Pandangan orang serumah juga mulai berubah setelah sedikit demi sedikit saya jelaskan bagaimana keuntungan menggunakan cloth diaper. Pengeluaran untuk disposable diaper Rp. 400.000 per bulan bisa saya hilangkan. Cara perawatan cloth diaper pun tidak susah, malah saya tidak perlu membebani si mbak dengan setrikaan yang menggunung. Senangnya, suami ikutan senang karena lebih hemat. Dan ia juga telah yakin kalau cloth diaper yang sekarang ini bukan kembali ke jaman dulu kala, ia tetap tidak basah jika menggendong anak kami , tetap hemat karena pengeluaran hanya besar di awal pembelian.

Semoga misi untuk terus menyebarkan betapa pentingnya berpindah dari disposable diaper ke cloth diaper modern terus berlanjut.


******************************************************************************

Pemenang 4 - Nies Mouna

PERKENALANKU DENGANNYA...

Setelah mengetahui bahwa saya hamil,mulailah saya menyibukkan diri mencari tahu berbagai perlengkapan bayi, salah satunya adalah popok. Saya ingat waktu adik yang bungsu lahir, saat itu mama menyiapkan popok kain berbentuk persegi yang dipakaikan dengan cara dilipat-lipat dan disatukan dengan peniti. Jadi, saya terpikir untuk menggunakan cara yang sama untuk jabang bayi kelak, karena saya pribadi kurang begitu setuju dengan pemakaian popok sekali pakai (pospak) untuk penggunaan sehari-hari bayi. Saya mengandaikan diri sendiri ketika mengalami haid harus menggunakan pembalut, rasanya kurang nyaman dan bebas. Menurut saya demikian pula yang dirasakan oleh bayi jika harus setiap hari menggunakan pospak. Belum lagi beberapa masalah kesehatan yang timbul sebagai efek samping penggunaan pospak. Rasanya tidak tega membayangkan kelak bayi saya yang harus menanggung kerugian dari pemakaian pospak berlebihan hanya karena bundanya malas untuk mengelap ompol.

Saya pun terdampar di sebuah toko online yang menjual clodi (cloth diaper). Deskripsi tentang clodi amat menarik karena menawarkan metode yang hampir sama dengan popok kain tradisional sebagaimana yang digunakan mama dahulu, namun telah dimodifikasi sehingga memenuhi kebutuhan ibu-ibu masa kini yang menginginkan kepraktisan. Saat itu yang populer adalah pocket diaper, yang terdiri dari cover dengan outer penahan air dan inner yang memberikan efek kering layaknya pospak, serta insert yang mampu menampung banyak cairan layaknya popok tradisional. Sayapun mulai tertarik dengan clodi, sehingga mulailah pencarian informasi difokuskan pada clodi. Ternyata clodi baru mulai menjamur di Indonesia, penjualnyapun baru seputaran toko-toko online saja sehingga saya masih meraba-raba bentuk clodi yang sebenarnya. Berbagai toko online saya kunjungi dan kirimi email berisi pertanyaan seputar clodi, namun akhirnya saya urung membeli karena harga yang relatif mahal dan metode pencuciannya yang membuat saya mengernyitkan dahi. Clodi harus dicuci tanpa pelembut, pewangi, pemutih, menggunakan sedikit deterjen dan tanpa disetrika.

Hingga ketika usia kehamilan yang ke delapan bulan ada sebuah fair untuk ibu dan bayi. Disana ada dua stand yang menawarkan clodi, dan saat itulah saya baru melihat dan merasakan produknya langsung. Waktu itu saya cukup terkesima akan lucunya bentuk clodi yang sebenarnya dan halusnya inner cover clodi. Akhirnya saya membulatkan tekad kembali untuk memakaikan clodi kepada bayi saya kelak. InsyaAllah..masalah pencucian dan perawatan bisa diatasi, dan masalah harga??? Alhamdulillah ternyata ada rezekinya.

Saat ini, bayi saya telah berusia enam bulan, semua clodinya masih berfungsi baik. Saya tidak lagi khawatir mengenai pencucian dan perawatan clodi, karena ternyata sangatlah mudah. Sayapun menjadi lebih tenang karena yakin kulit bayi lebih aman.

******************************************************************************

Pemenang 5 - Novi

ALASANKU MEMILIH CLOTH DIAPERS

Masih jelas tergambar waktu pertama kali mengenal cloth diapers, popok kain modern yang bisa dicuci ulang dan sama fungsinya seperti pospak (popok sekali pakai), dari seorang kawan. Bukan rasa tertarik yang ada, justru sebaliknya, pikiran negatif yang muncul, “Cloth diapers hanya menambah cucian.” Tapi di balik itu tak bisa dipungkiri, perkenalan pertama membawa rasa penasaran. Sebelumnya aku pernah menggunakan popok kain saat anakku masih berumur hitungan bulan, tapi popok kain tersebut sangat berbeda dengan popok kain modern yang baru aku kenal ini.

Untuk menjawab rasa penasaran, aku mulai mencari-cari informasi tentang clothdiapers di internet. Dan lambat laun pikiranku mulai terbuka, penggunaan clothdiapers membawa banyak manfaat; hemat di “kantong”, sehat di kulit bayi dan ramah di lingkungan.

Dari salah satu situs yang aku baca, menggunakan cloth diapers berarti mengurangi jumlah sampah. Dan dari situs lain aku temukan fakta lebih dari 20,000,000,000 pospak dibuang setiap tahun di USA dan Canada. Jika aku simulasikan, bentangan sampah pospak tersebut bisa menutupi dua kali lipat luas kota Jakarta. Bagaimana dengan sampah pospak seluruh bayi di dunia? “Hmmm.., mungkin bisa menutupi luas Kepulauan Indonesia,” dalam hati. Fakta lain, sampah pospak juga mengandung unsur plastik yang akan terurai sempurna oleh tanah 500 tahun kemudian. Mengerikan, membayangkan sampahnya yang banyak dan sulit terurai. Ternyata pilihanku selama ini menggunakan pospak membuat bumi semakin berat menanggung beban.

Manfaat lain yang aku baca, menggunakan clothdiapers berarti menghemat uang belanja. Simulasi anggaran membuktikan penggunaan clothdiapers akan menghemat pengeluaran bulanan untuk pembelian pospak selama kurun waktu 2 tahun. Memang terbayang pembelian clothdiapers di awal akan terasa berat karena harus memiliki setidaknya beberapa buah clothdiapers. Tapi ini bukan masalah besar, “Toh pengeluaran di awal digunakan untuk investasi 2 tahun berikutnya,” pikirku. Bahkan, jika perawatannya benar, bisa diwariskan ke anak berikutnya. “Betapa hemat”, ucapku.

Semenjak itu, aku mulai membeli produk cloth diapers. Pertama mencoba masih banyak kendala. Tapi pantang untuk mundur. Ditambah lagi aku mulai bergabung dengan salah satu mail list yang membahas seluk beluk clothdiapers, membuat aku semakin banyak tahu tentang clothdiapers. Dan akhirnya, tidak ada lagi pikiran negatif tentang cucian yang menumpuk karena manfaat yang aku dapat jauh lebih besar.

Sekarang, saat si kecil sudah lepas dari cloth diapers, aku berpikir satu hal, “Ternyata benar, menggunakan clothdiapers adalah pengalaman menyenangkan yang membawa banyak manfaat.” Bukan tidak mungkin pengalaman ini aku sebarkan ke ibu-ibu muda lainnya, sehingga semakin banyak ibu yang sadar akan manfaat cloth diapers. Semoga...


******************************************************************************

Sekali lagi, selamat kepada para pemenang! Semoga semakin memicu diri sendiri dan juga moms - dads yang lain untuk tetap semangat berpopok kain ria.

Terima kasih para sponsor! Tanpa Anda semua, lomba ini tidak akan meriah. Thank's, Moms!
Salam,

Sitha



Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment